Halaman

Senin, 21 Januari 2013


INTERNATIONAL POLITICAL ECONOMY




Why “International Politcal Economy”is Necessary
Non Marxist menuliskan pada hubungan ekonomi inter nasional untuk disebut “perspektif ekonomi politik”dan menentang tentang perbedaan akademi politik dan disiplin huhungan internasional.kritik yang sudah biasa pada perilaku hubungan ekonomi internasional adalah bahwasanya dunia sudah berganti dan teori sudah gagal untuk mempertahankannya.Kususnya,kemajuan pada hubungan internasional tidak hany atas pemikiran kunci konsep dan asumsi yang berlaku.
            Pada tahun 1970,Amerika serikat berada pada kesulitan ekonomi dan menghentikan pengaliran cadangan emas Amerika Serikat,konvertibilitas emas dolar Amerika harus dihentikan dan minyak Arab di hentikan,ditunjukan oleh penstudi British Susan strange,ekonomi internasional dan politik internasional adalah kasus keengganan timbale balik.Tetapi perbedaan tajam antara politik dan ekonomi ini semakin di pertanyakan mulai tahun tersebut.Asumsi Bretton Woods,system yang pernah di bangun para politisi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pertukaran internasional setelah Perang Dunia Kedua.

Criticism of International Economis
Ekonomi politik internasional mendapat kritik disiplin dan pengajuan inovasi.Kelemahan ekonomi internasional terdapat pada obyeknya.Khususnya pada karakter teori politik internasional,yang mengeni perdagangan internasional yaitu keunggulan komparatif (comparative advantage)yang di ajukan oleh David Richardo melalui demonstrasi aritmatika dan menunjukan bahwa walaupun suatu Negara bisa memproduksi barang-barang dengan lebih ekonomis dari pada Negara lain,masih ada kemungkinan untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan kalau Negara yang kalah unggul (the disadvantaged) mempertukarkan barang dimana ia memiliki keunggulan komperatif.Untuk menggambarkan ini Ricardo membangun suatu model hubungan dagang antara dua Negara dengan dua barang.
            Munculnya kritik pada ekonomi internasional sulit ditangkis karna dalam contoh ekonomi di atas jelas bahwa ekonom konvensional terlalu cepat menganggap suatu kondisi sebagai given seperti contohnya ketika di ketahui bahwa inggris memproduksi tekstil sedangkan Portugal tidak,bukan karena dinamika comperative cost   atau karena Inggris mempunyai comperative advantage atas Portugal,tetapi karena Inggris mempunyai daya paksa militer lebih kuat.faktor politik dan strategi militerlah yang menentukan transaksi ekonomi itu.
            Contoh kritik lain adalah tentang dinamika arus capital.ilmuwan ekonomi internasional konvensional yakin bahwa capital selalu berusaha mencari kemungkinan maksimisasi  melalui investasi dan itu dilakukan berdasarkan pertimbangan ekonomis mengenai iklim investasi yang menguntungkan.yang dilupakan adalah bahwa investor atau pmerintahannya sering kali bisa menciptakan kondisi iklim itu.kalau ini benar,maka maksimasi stu bukan hanya persoalan ekonomi,tetapi juga tergantung pada politik domestic dan internasional yang berkaitan dengan kekuasaan untuk menciptakan atau mengubah iklim investasi.pertanyaan-pertanyaan mengenai politik dan hegemoni ini memerlukan analisis yang lebih luas dari pada yang ditemukan dalam ilmu ekonomi internasional.perkembangan intelektual ini menunjukan bahwa ilmu ekonomi internasional mengalami krisis konsep.

Models of International Political Economy
            Variasi model ekonomi politik internasional erat kaitannya dengan pokok altetnatif atau rumus dasar politik,ekonomi liberal.bagaimanapun juga menjadi rumit karena mereka harus mengaitkannya dengan dimensi yang yang tidak ada pada versi domestic tersebut.dimensi yang tidak ada itu adalah hubungan antara proses internasional dan domestic.
             Teori ekonomi politik internasional sependapat dengan beberapa macam hubungan antara politik dan ekonomi.mereka dapat mengindikasikan kemungkinan dari pertanyaan berikut ini:
   1. Bagaimana ekonomi politik internasional mempengaruhi politik internasional dan sebaliknya   
  2. Bagaimana ekonomi politik internasional mempengaruhi politik domestic dan sebaliknya?
        3.  Bagaimana ekonomi politik internasional mempengaruhi ekonomi domestic dan sebaliknya
        4. Bagaimana system politik internasional mempengaruhi politk internasional?

Liberal,Realist,Mercantilist,Interdependence,Dependency Schools.
Asumsi dasar pendekatan liberalisme ekonomi. Secara teori, liberalisme pada dasarnya memuat asumsi dasar nilai-nilai sebagai berikut, yaitu: mengunggulkan paham kebebasan individual, kebutuhan membentuk institusi untuk mengakomodasi beragam kepentingan individual supaya tidak saling berkonflik, individual mesti bebas dari intervensi pemerintah, mendukung opsi pasar kapitalisme sebagai cara terbaik untuk mencapai kesejahteraan.

Liberalisme ekonomi merupkan suatu sistem ekonomi dimana kekayaan produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi. Tujuan dari kepemilikan pribadi adalah untuk mendapatkan keuntungan dan efisiensi dari penggunaan kekayaan yang produktif.
Nilai liberalisme dalam perekononomian adalah perdagangan bebas, tanpa adanya campur tangan pemerintah. Namun, itu hanyalah teori. Pada kenyataannya tidak ada satu negarapun di dunia yang secara murni dan total menerapkan perdagangan bebas di negaranya tanpa pemerintah.Liberalisme ekonomi menilai bahwa campur tangan pemerintah hanya akan menyebabkan terjadinya distorsi pasar yang pada akhirnya mengakibatkan alokasi sumber daya menjadi tidak efisien. Adanya intervensi pemerintah paling tidak akan merugikan kepentingan slah satu diantara dua pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, keadilan dalam kehidupan ekonomi sangant ditentukan oleh hilangnya campur tangan pemerintah secara total.Lembaga sosial atau identik dengan institusi yang paling diutamakan adalah pasar. Yang terpentinga dalam ekonomi liberal adalah mekanisme pasar. Karena itu, mereka yang memiliki modal dan melibatkan diri dalam kegiatan pasar akan menentukan apa yang akan terjadi dalam prosesnya.
Sebagai pendekatan yang memfokuskan diri pada power, security, dan distributional conflict, asumsi yang dimiliki realisme, yang relevan dengan EPI antara lain, bahwa aktor adalah state yang berdaulat dalam sebuah sistem internasional; di mana ia tercirikan dalam kondisi anarki yang statis, sehingga state melakukan, self-help untuk survival; ia harus memperhatikan keamanan negara sendiri (egoisme negara), akan tetapi tidak boleh melupakan relative gain; state merupakan kesatuan dari aktor-aktor rasional, dan politik domestik, ketidakrasionalan sebagian individu (decision makers) ataupun kesalahan organisasional tidak berpengaruh banyak pada outcomes.
Explanatory variable: Realisme adalah distribusi power antara states, di mana ia mamapu menjelaskan karakteristik sistem dan perilaku individual states. Evidence: Yang dibutuhkan oleh para analis realis adalah operasionalisasi power negara, seperti besar militer, ekonomi, dan ancaman yang mampu dihasilkan. Exemplary problems: Bagi kaum realis ia adalah penjelasan bagaimana memisahkan zero sum dan distributional conflict yang berkembang sebelumnya.
Ada dua isu penting dalam analisa realis:
(1) Bagaimana national power mempengaruhi hubungan antara negara-negara tertentu. Albert Hirschman pada 1945 menulis National Power and the Structure of Foreign Trade yang menjelaskan dua cara di mana trading relations dapat digunakan untuk mengubah kapabilitas/kebijakan negara lain. (a) Negara membatasi ketersediaan sumber daya dan teknologi untuk melemahkan sumber daya musuhnya. (b) Negara dapat mengubah perilaku foreign policy negara lain dengan mengancam akan mengubah aturan permainan transaksi ekonomi mereka. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, se-kredibel apakah ancaman itu bagi negara. Hirschman menjawab, ancaman itu kredible manakala biaya kesempatan relatif bagi perubahan (relative opportunity costs of change) tersebut tidak berimbang (asimetris). Opportunity costs dijadikan variabel, karena ia dapat digunakan untuk operasionalisasi power, sebuah permasalahan yang mengganggu analisa realis.
(2) Bagaimana distribusi power dalam sebuah sistem secara holistik menetapkan international regime. Realis menelurkan teori stabilitas hegemonik, yang menekankan bahwa sebuah sistem ekonomi internasional yang terbuka dapat stabil manakala power terdistribusikan secara hegemoni. Hal ini bisa dilakukan oleh state dengan membentuk (a) aliansi ekonomi, atau dengan membuat (b) rejim dagang yang terbuka.
            Nasionalisme ekonomi atau sering disebut merkantilime, secara esensial merupakan filosofi ekonomi yang percaya bahwa manajemen keonomi seharusnya menjadi bagian dari tujuan negara dalam memenuhi kepentingan nasionalnya dalam kaitan dengan kekayaan, kekuatan, dan gengsi Merkantilismen tidak melihat kerjasama dengan negara-negara lain sebagai hal yang menguntungkan.
Merkantilisme memiliki tujuan utama yaitu harus memaksimalkan kekayaan. Merkantilisme melihat ekonomi sebagai faktor utama untuk mencapai tujuannya tersebut. Pendek kata, Merkantilisme melihat ekonomi sebagai alat utama untuk mencapai kepentingan politik suatu negara. Merkantilisme melihat perekonomian sebagai arena yang sangat konfliktual dengan berbagai tabrakan kepentingan sehingga memilih tidak bekerjasama dalam kondisi demikian. Dan lebih memfokuskan kegiatan perekonomian untuk kepentingan diri sendiri.Kaum Merkantilis juga tidak mengenal istilah interdependensi atau ketergantungan sebagaimana kaum liberalisme, tetapi Merkantilisme mengenal self-determination atau menentukan nasib sendiri. Dalam kamus Merkantilis, tidak ada istilah “kerjasama yang menguntungkan” yang ada adalah “kompetisi yang saling menjatuhkan”. Kaum merkantilis menyatakan bahwa ekonomi harus tunduk pada tujuan peningkatan kekuatan negara sehingga politik mesti diposisikan di atas ekonomi. Yang membedakan Merkantilisme dengna ideologi ekomi lain telretak pada posisi politik yang lebih penting dan negara di atas ekonomi. Ekonomi semata-mata digunakan sebagai alat untuk meningkatkan chances of survivalnya dan mencapai kepentingan nasionalnya. Merkantilisme tidak mengenal keuntungan yang mutualisme, artinya keadaan perekonomian yang tercipta selalu zero-sum dan kompetisi yang konfliktual karena berbagai kepentingan yang bertentangan.
Ruccio dan Simon mengatakan bahwa karya-karya Frank lahir sebagai reaksi terhadap teori-teori Neoklasik Ortodoks dan pandangan Marxis Ortodoks tradisional. Pandangan frank sendiri dipengaruhi oleh teori strukturalis Paul Prebisch dan pandangan Neo-Marxis Paul Baran. Pada hakikatnya konfigurasi teoritis ekonomi pembangunan dalam teori dependensia berada di satu titik garis kontinum antara teori strukturalis ortodog dengan Marxisme.
Teori dependensia sesuai dengan namanya berusahamenjelaskan tentang ketergantungan. Dalam hubungan ketergantungan tersebut ada dua pihak yang terlibat yaitu pihak dominan dan pihak bergantung (dependen). Frank mengelompokkan negara-negara didunia ini atas dua kelompok yaitu negara metroplis maju dan negara-negara satelit yang terbelakang.Hubungan ketergantungan seperti ini disebut Frank sebagai Metropolis-satelite relationsip.
Sementara fokus hubungan ketergantungan dalam model Frank adalah bangsa-bangsa dan hubungan antar bangsa-bangsa, ruang lingkup teorinya adalah sistem kapitalis dunia. Dalam model yang dikembangkan Frank, tiap titik dalam rantai metropolis-satelit, struktur rantai menciptakan kepentingan objektiftertentu, dan yang paling penting adalah kepentingan dalam mengontrol hubungan monopoli pada tiap titikdi rantai hubungan tersebut demi memperoleh manfaat dari extractive power yang ada pada posisi tersebut.
Menurut Frank keterbelakangan dinegara-negara dunia ketiga hanya bisa dipahami dengan mengetahui kondisi awal, khuluk dan perkembangan dari kapitalisme.Menuruf Farank hubungan ketergantungan umumnya, dan hubungan metropis – satelit dalam suatu sistem kapitalisme dunia kususnya, dicirikan oleh sifat monopolistik dan ekstraktif. Metropolis memiliki kontrol monopolistik atas hubungan ekonomi dan perdagangan di negara-negara satelit. Dominasi monopolistik dalam suatu pasar jelas merupakan sebuah posisi kekuasaan. Posisi kekuasaan ini memungkinkan negara-negara metropolis mengeruk surplus ekonomi dari negara-negara satelit. Sebagai dampak dari dominasi metropolis tersebut, negara-negara satelit tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol pertumbuhan ekonomi sendiri, melainkan tetap tergantung pada metropolis. Menurut Frank, hubungan monopolistik dan ekstraktif pada awalnya dibentuk melaui kekuatan senjata, dan setelah itu dilanjutkan melalui struktur ketergantungan dan keterbelakangan.
Sehubungan dengan pola hubungan antara negara –negara metropolis maju dan negara-negara satelit yang terbelakang, Andre Gunder Frank membuat hipotesis: Dalam stuktur hubungan antara negara-negara metropolis maju dengan negara-negara satelit yang terbelakang, pihak metropolis akan berkembang dengan pesat sedangkan pihak satelit akan tetap dalam posisi keterbelakangan,Negara-negara miskin yang sekarang menjadi negara satelit, perekonomiannya dapay berkembang dan mampu mengembangkan industri yang otonom bila tidak terkait dengan metropolis dari kapitalis dunia, atau kaitannya sangat lemah,Kawasan-kawasan yang sekarang sangat terbelakang dan berada dalam situasi yang mirip dengan situasi dalam sistem feodal adalah kawasan-kawasan yang pada masa lalu memiliki kaitan yang kuat dengan metropolis dari sistem kapitalis internasional. Kawasan-Kawasan ini adalah kawasan penghasil ekspor bahan mentah primer yang terlantar akibat adanya hubungan perdagangan internasional.
Bagi Frank proses pembangunan adalah proses pembangunan kapitalis, dan sejarah pembangunan adalah sejarah pembangunan kapitalis. Anggapan remeh terhadap sejarah negara-negarayang terbelakang membuat kita mengasumsikan bahwa sejarah masa lalu dan masa kini dari negara-negara tersebut menyerupai tahap-tahap awal sejarah negara-negara maju.
Adanya hubungan ketergantungan yang sifatnya asimetris ditunjukkan oleh hubungan antara pihak-pihak yang tidak seimbang, disebabkan karena pembangunan-pembangunan daerah satelit tergantung pada pembangunan metropolisHubungan yang timpang dan tidak seimbang ini juga disebabkan karena negara-negara metropolis memiliki kekuasaan atas jalannya pembangunan di daerah-daerah satelit dan bukan sebaliknya. Kunci hubungan ketergantungan dengan demikian adalah Kontrol. Tegasnya metropolis memiliki kekuasaanlebih besar karena dapat megontrol hubungan dengan satelit.Bagi frank hubungan ketergantungan adalah hubungan eksploitatif dimana negara-negara metropolis menghisap negara-negara satelit.Akibatnya metropolis akan semakin maju sedangkan negara-negara satelit akan tetap dalam posisi keterbelakangan tertinggal dan tidak berkembang.

Word-Systems Theory
            Immanuel Wallerstein’s menuliskan tentang teori sistem dunia yang diambil dari dasar tpremis terori dependensia membahasas hubungan antara core dan periphery.tetapi mereka menghubungkannya dengan perkembangan isu-isu kontemporer dan regional untuk menerangakan sejarah interpretasi munculna kapitalisme dan akibat masyarakat pripheral Eropa.
            Wallerstein membedakan antara sistem dunia dan sistem kekuasaan.sistem dunia adalah merupakan sebuah unit dengan satu bagian dan berbagai sistem budaya.kekusaan dunia merupakan sebuah unit yang dijalankan satu struktur politik,dan pusat kekuasaan politiknya secara tidak langsung mempengaruhi sistem ekonomi.

( hasil resume buku Ekonomi Politik Internasional,,, semoga bermanfaat)













Minggu, 26 Februari 2012

kebangkitan islam di Asia Tengah


KEBANGKITAN ISLAM di ASIA TENGAH

Selama enam tahun  dibawah kekuasaan rezim michael gorbacev uni soviet yang merupakan  musuh besar bagi barat, yang kemudian berubah haluan sebagai negara-negara yang bersahabat dan merupakan tempat perdagangan barang. Uni soviet yang terpecah menjadi beberapa negara tersebut meninggalkan 15 negara merdeka. Dari beberapa negara tersebut setidaknya ada lima negara yang merupakan, atau yang dikhawatirkan  akan menjadi ancaman baru bagi barat dan berpotensi menjadi masalah bagi mereka  negara tersebut antara lain : Kazakhstan, Kyrgistan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Negara yang berdiri diatas otonomi dan pemerintahan yang mandiri dan negara tersebut secara pemerintahan sistemik mengikuti pemerintahan berasal dari Moscow. Dan kelima negara tersebut ikut serta di kancah prmusuhan ideologi dan persaingan ambisi politik di Timur-Tengah dan Asia Selatan. Tak terlepas dari itu semua, hal yang paling dikhawatirkan oleh komunitas internasional dari negara-negara asia tengah adalah peninggalan islam mereka yang berputar pada ketakutan tentang “Xenophobia” atau kebencian terhadap orang-orang barat. Karena kemerdekaan yang terjadi di asia tengah beriringan saat para pengamat mewaspadai tentang konfrontasi yang akan terjadi antara islam dengan kristen. Dan populasi islam pun semakin bertambah.
Tetapi ironisnya yang terjadi adalah para penemu atau nenek moyang pendiri Asia Tengah berasal dari asuhan Moscow asli dan produk dari Soviet, yang menganggap diri mereka jauh lebih berkuasa dibandingkan Barat maupun non muslim lainnya di Eropa dan Asia. Mereka merasa jera dan traumatis dengan pengalaman buruk dari peristiwa perang sipil di Tajikistan yang mereka jadikan sebuah cerminan bahwa kehadiran Islam Ekstrimis yang berbahaya dapat muncul kembali di negara mereka. Dan banyak dari kepala negara yang berfikir dan bersikap cenderung demokratis menyatakan bahwa islam tidak diizinkan untuk menjadi bagian dari fungsi negara.
Perkembangan islam juga sangat dicemaskan oleh orang-orang Rusia yang terjebak hidup  di Asia Tengah. Populasi orang Rusia di Asia Tengah yang tidak begitu besar tidak berpengaruh, karena pengaruh orang Etnis Rusia di Asia tengah sangat mendominasi, mereka sebagian besar menguasai banyak administrasi penting negara dari aspek ekonomi, politik bahkan mendapat dukungan dan perlindungan oleh pihak pemerintah  Rusia. Oleh karena itu etnis Rusia mendapat pengakuan yang besar dan karenanya mereka tidak ingin kehilangan keistimewaan mereka tersebut.
Diwaktu itu juga, Islam adalah komponen yang paling penting bagi sebuah nasionalisme yang baru. Karena kemerdekaan membuat negara-negara asia tengah menjalin hubungan yang begitu dekat dengan negara muslim tetangga maupun yang jauh dalam hubungan ekonomi dan politik.
Siapakah Muslim di asia tengah
Hingga Revolusi Bolshevik, Asia Tengah adalah bagian dari dunia Islam dan terdapat situs pusat peninggalan kebudayaan Islam. Faktanya adalah peningkatan jumlah siswa dari 15.000 ke 20.000 siswa yang menempuh studi di madrasah Bukhara. Dilain pihak ada sekitar 40.000 ulama di Bukhara menyumbangkan lebih dari 7000 masjid, tempat suci dan sekolah.
Bagi Stalin, nasionalism  dan agama adalah musuh ideologi  yang dapat melemahkan negara. Hingga pada saat itu, keyakinan agama benar-benar diawasi dengan kontrol tekanan dan kejam. Tetapi walau bagaimanapun Uni Soviet tidak  mampu menghilangkan keyakinan dan agama yang dijalani secara sembunyi-sembunyi oleh masyarakat. Uni Soviet begitu lemah bahkan gagal dalam menjaring komunitas dan kepercayaan agama di Asia Tengah.
Agama yang berguna
Keruntuhan Uni Soviet bukan hanya menjadikan Kazakhstan, turkmenistan, Kyrgistan, Tajikistan dan Uzbekistan menjadi negara merdeka. Tetapi memindahkan Islam dari minoritas dan agama yang ditindas oleh penjajah menjadi keyakinan yang mayoritas. Islam memberikan keuntungan yang besar bagi Presiden di negara-negara Asia Tengah yang mana saat ini mengamankan posisi mereka dengan sebuah pemilihan bukan dari keputusan yang dibuat Moskow. Pada 30 bulan pasca kemerdekaan, kegagalan dan kekecewaan pada sistem perekonomian pasar menyebabkan banyak kerugian seperti kemiskinan, kelaparan, gizi buruk dan lain-lain.
Islam merupakan populasi terbanyak yang berada di Asia Tengah. Ajaran dan nilai-nilai  islam pun perlahan-lahan mulai dipakai sebagai pengganti ideologi rezim komunisme. Keputusan nilai islam yang menetapkan  penentangan akan riba menjadikan kebaikan dan melunakkan banyak nilai-nilai kapitalis yang buruk. Sedangkan larangan akan alkohol dan judi menjadi suatu hal yang penting untuk menguatkan sosial masyarakat. Nila-nilai islam lainnya pun mulai ditetapkan  seperti wajib belajar, hormat pada yang lebih tua dan lain-lain. Para pemimpin di Asia tengah juga telah secara aktif mengenalkan islam dimana dulunya mereka harus bersembunyi untuk mempraktekkan agama mereka. Sekarang adalah hal biasa di acara-acara negara untuk memulai dengan mullah menyampaikan doa-doa seperti shalawat. Di Uzbekistan dan Turkmenistan, ulama secara formal dan legal telah ikut dalam pemerintahan. Ulama islam saat ini pun telah memimpin departemen negara. Tiap-tiap negara telah menunjukkan kerjasama islam pada bidang hubungan luar negrinya. Hubungan yang lebih jauh pada negara islam Iran bahkan libya. Dan para presiden Asia Tengah pun mulai menjalin hubungan baik dengan islam dari segala aspek negara. Di waktu bersamaan, para pemimpin wilayah cemas dan sangat takut akan munculnya kekuatan islam di negara mereka yang mungkin bersifat respektif. Meskipun beberapa pihak menginginkannya, tetapi tidak ada satu pun dari presiden mereka yang bisa menerima islam sebagai landasan utama dari negara mereka. Sejak semuanya menjadi teman/sekutu, dari satu tingkat ke tingkat lain, dengan pengalaman masa lalu mereka berupa paksaan politik Moscow yang Atheis, hal ini dinilai tidak mungkin. Ketertarikan publik pada islam sangat mengganggu bagi populasi orang Eropa dari peraturan elit yang saat ini sedang berjalan. Para investor dan dermawan juga mengamati Asia Tengah dengan teliti.
Tidak mengherankan jika masing-masing dari kelima presiden telah berulang kali menyatakan bahwasanya islam fundamentalis bisa menentang pemerintahanya, meningkatkan keresahan publik dan menghalangi para investor asing untuk mencoba masuk. Di Uzbekistan, sistem pemerintahan totalitarianisme adalah sebuah cara untuk bertahan dari ketidak stabilan dan sebagai pembatas hak rakyat sipil. Begitu pula yang terjadi di Kazakhstan dan Kyrgistan.
Kepercayaan agama islam yang dilegalkan dan disahkan di Tajikistan menjadi suatu alasan pembenaran terjadinya perang sipil pada tahun 1992 yang kemudian dilanjutkan hingga saati ini dengan ideologi “anti islam” yang dipaksakan oleh kekuatan militer Rusia. Banyak juga pasukan dari Uzbekistan yang turut membantu dalam perang tersebut, dan begitu pula yang dilakukan oleh sedikitnya orang Kazakhstan dan Kyrgistan dengan mengirim pasukannya.
Islam VS Sekularisme.
Setiap pemimpin di Asia tengah telah memilih sekular sebagai model kepemimpinan mereka. Presiden Kazakhstan, Nursultan Nazarbayevv memandang dirinya sendiri sebagai Pemimpin Ekonomi Asia (Negara Ekonomi Asia), sedangkan presiden Kyrgistan, Askar Akayev, menghadirkan dirinya sebagai Kepala Swiss Asia. Presiden Turkmenistan, Sapurmurad Niyazov, memproklamasikan dirinya sebagai Bapak bagi orang-orang Turkmen dan Imomali Rahmanov dari Tajikistan adalah seorang pembebas dari bangsanya dari sistem tiraninya Islam. Islam karimov di Uzbekistan menggambarkan dirinya sebgai pemimpin yang dipaksa oleh keadaan untuk menggunakan pertimbangan otoriter. Disini tidak ada kejelasan, apakah ada pemimpin Asia Tengah yang benar-benar mengerti apa itu perkembangan yang dibutuhkan oleh negara sekular, atau sekalipun mereka sadar bahwa terbentuknya  masyarakat sekuler adalah tujuan utama mereka, tetapi tidak ada dari mereka yang pernah tinggal dan hidup di masyarakat yang benar-benar sekuler. Walaupun agama telah dilarang di Uni Soviet, perbudakan, pengabdian pada ideologi membuat negara yang mereka tunggangi lebih mirip seperti teokrasi daripada negara sekuler. Tidak ada satu pemimpin daerah yang memiliki hubungan dekat dengan pengetahuan tentang presiden utama mereka di Asia Tengah. Kebenarannya yaitu  kekuasaan politik pemimpin Asia Tengah hanya sedikit yang membawa pengaruh faham sekular pada masyarakat. Bahkan ada upaya untuk membangun sebuah Pengadilan Islam Nasional yang diharapkan dapat mengontrol Sekularisme tersebut. Mereka adalah para pemimpin yang percaya bahwa mereka dapat dapat menguasai (mendominasi) hubungan masyarakat agar tetap menjalin hubungan yang ramah dan tulus kepada pemimpin agama lokal. Bagaimanapun mereka telah membuang jauh pandangan negatif mereka terhadap Islam.

Rabu, 22 Februari 2012

Pajak dalam Perspektif Islam


Pajak Dalam Perspektif Islam



Pendahuluan

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, prosentasenya mencapai 88%. Bahkan merupakan jumlah muslim terbesar di dunia. Berkaitan dengan harta dan penghasilan umat Islam, terdapat kewajiban berupa zakat bagi yang telah memenuhi syarat. Di sisi lain, sebagai warga negara Indonesia, umat Islam juga memiliki kewajiban pajak bagi yang telah memenuhi syarat, karena telah dibuat undang-undang yang mewajibkan itu. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Menyikapi kewajiban pajak berdasarkan undang-undang ini, terdapat beberapa pendapat di kalangan umat Islam dari yang pro maupun yang kontra karena telah ada kewajiban zakat terhadap harta dan penghasilannya yang telah memenuhi syarat. Pro kontra terkait dengan hal ini harus didudukkan pada proporsi yang semestinya agar terjadi mutual understanding yang membawa kemaslahatan bagi masa depan kesejahteraan umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.

Pembahasan
Menurut fikih Islam, definisi pajak adalah sedekah wajib yang dipungut pemerintah atas warga negara. Disebut sedekah karena tidak ada imbalan langsung (iwadl mubasyir) yang diterima si pembayar. Wajib dalam arti bisa dipaksakan demi kepentingan umum (mashalih ammah). Mengingat betapa mutlaknya peranan pajak bagi eksistensi negara dan kemaslahatan rakyat (jika dikelola secara benar), Islam memberi perhatian super serius melalui ajaran utamanya (rukun Islam), yakni zakat. Sepanjang sejarah negara, pajak telah berkembang (berevolusi) melalui tiga konsep makna. Pertama, pajak sebagai upeti (dharibah) yang harus dibayar oleh rakyat semata-mata karena mereka adalah hamba yang harus melayani kepentingan sang penguasa sebagai tuannya, sang penguasa. Pajak sebagai upeti ini berjalan berabad-abad pada tahap awal sejarah kekuasaan para raja feodal di seluruh permukaan bumi. Para raja mengklaim dirinya sebagai titisan dewa penguasa jagat raya. Pada tahap ini, pajak didefinisikan sebagai bukti kesetiaan rakyat sebagai abdi dalem kepada sang raja sebagai ngar-so dalem, meminjam istilah Jawa. Tidak ada kaidah moral ataupun undang-undang yang mengatur bagaimana dan untuk siapa seharusnya uang pajak dikelola. Juga, belum dikenal konsep korupsi sebagai kejahatan penguasa atau pejabat atas keuangan negara. Era upeti ini adalah era feodalisme raja-raja absolut.
Kedua, pajak dikonsepsikan sebagai imbal jasa (jizyah) dari rakyat kepada penguasanya. Konsep ini muncul setelah rakyat pembayar pajak (tax payers) mulai menyadari bahwa raja/penguasa bukanlah dewa yang boleh memperlakukan rakyat semaunya. Penguasa adalah manusia juga yang memegang kuasa karena mandat dari rakyatnya. Baik rakyat pembayar pajak maupun penguasa pemungut pajak kurang lebih adalah manusia yang setara. Maka, jika penguasa memungut pajak, tidak boleh lagi cuma-cuma. Pajak harus diimbangi dengan pelayanan kepada rakyat yang membayarnya.
Konsep kedua ini jelas lebih maju dan terasa lebih beradab dibandingkan konsep pertama. Tetapi, ada cacat bawaan dan struktural yang dapat memperlebar kesenjangan antara rakyat yang kuat di satu pihak dan rakyat lemah-miskin di lain pihak. Karena konsepnya imbal jasa (jizyah), pembayar pajak besar merasa berhak mendapatkan pelayanan besar dari negara; sementara pembayar pajak kecil hanya berhak atas pelayanan kecil; dan rakyat miskin yang tidak mampu membayar pajak harus nerimo dengan sisa pelayanan (tricle down effect), jika masih ada.
Era ini adalah era kita abad modern kapitalistik dewasa ini, era demokrasi semu dan elitis,demokrasi pasar bebas tanpa nurani; saat kemakmuran melimpah ruah hanya untuk sebagian kecil orang; sebagian terbesar umat manusia justru semakin tenggelam dalam kemiskinan dan keterhinaan . Negara melayani yang kuat dan kaya saja. Jika ingin menegakkan keadilan, seperti dalam Pancasila, tidak ada pilihan lain bagi kita selain yang ketiga, yakni pajak sebagai sedekah karena Allah Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta langit dan bumi, untuk keadilan dan kemakmuran bagi semua. Islam menyebut pajak dengan makna zakat, yang secara harfiah berarti kesucian dan pertumbuhan. Artinya, dengan pajak sebagai zakat, kita menyucikan hati kita dari kedengkian sesama, sekaligus mengembangkan kemakmuran dan keadilan untuk semua. Artinya, pajak bukan lagi sebagai persembahan (upeti) ataupun imbal jasa (jizyah) kepada penguasa, melainkan sebagai derma pembebasan untuk keadilan dan kemakmuran bagi semua, terutama mereka yang lemah, miskin, dan kekurangan. Dalam konsep ini, setiap rupiah dari uang pajak adalah uang Allah yang diamanatkan kepada pejabat negara sebagai pelayan Allah dan rakyat (amil) dengan penuh rasa tanggung jawab. Mereka yang menyalahgunakan uang pajak, bertanggung jawab kepada rakyat di dunia dan Allah di akhirat kelak.

Penutup
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbalan (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Fungsi pajak dibagi menjadi dua, yaitu: fungsi budgetair atau fungsi finansial dan fungsi redistribusi pendapatan bagi masyarakat.
Dalam ajaran Islam,  kewajiban utama kaum muslim atas harta adalah zakat. Ulama berbeda pendapat terkait apakah ada kewajiban kaum muslim atas harta selain zakat. Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa zakat adalah satu-satunya kewajiban kaum muslim atas harta. Barang siapa telah menunaikan zakat, maka bersihlah hartanya dan bebaslah kewajibannya. Di sisi lain ada pendapat ulama bahwa dalam harta kekayaan ada kewajiban lain selain zakat. Jalan tengah dari dua perbedaan pendapat ini adalah bahwa kewajiban atas harta yang wajib adalah zakat, namun jika datang kondisi yang menghendaki adanya keperluan tambahan (darurah), maka akan ada kewajiban tambahan lain berupa pajak (dharibah). Pendapat ini misalnya dikemukakan oleh Qadhi Abu Bakar Ibn al-Aarabi, Imam Malik, Imam Qurtubi, Imam Syatibi, Mahmud Syaltut, dan lain-lain. Diperbolehkannya memungut pajak menurut para ulama tersebut di atas, alasan utamanya adalah untuk kemaslahatan umat, karena dana pemerintah tidak mencukupi untuk membiayai berbagai “pengeluaran”, yang jika pengeluaran itu tidak dibiayai, maka akan timbul kemadaratan. Sedangkan mencegah kemudaratan adalah juga suatu kewajiban.



Daftar Pustaka